Itu adalah sebuah kamar
dengan temboknya yang empat buah sisinya saling bersiku lagipula
berhadapan. Dia ada di atas ranjang yang bersentuhan pada salah satu sisi
tembok agar dengan demikian luas duabelas meter persegi kamar itu secara
signifikan termafaatkan. Tangan kirinya memegang kertas sementara tangan kanannya menggantung
ke bawah ranjang secara bebas setelah sebelumnya melepaskan sesuatu. Matanya
kosong menatap langit-langit, entah apa yang dilihatnya. Aku mengintip ruang
itu melalui jendela tanpa tirai, dari kejauhan, kemudian mundur perlahan lalu
menjemput hilang. Dua menit yang lalu.
Tok! Tok! Tok!
Merupakan suara yang ditimbulkan dari pintu bercat mahogany akibat dari arah yang
berlawanan, seseorang mengetuknya.
“Ya? Sebentar, ya” Dia menanggapi bunyi pintu itu.
“Oh, kamu? Mari ke dalam,” lalu Dia berujar demikian setelah
membuka dan melihat secara langsung pengetuk pintu itu. Enam menit yang lalu.
Ting!
Merupakan suara yang ditimbulkan dari coffee maker yang baru saja pada sekira tiga menit tiga puluh tujuh
detik yang lalu menjalankan kodratnya sekaligus merampungkannya dengan baik.
“Americano. Mau
gula?” Dia bertanya bersamaan dengan tangannya yang menyodorkan cangkir
bertuliskan ‘live. love.Life’ pada
Tamu yang sudah Dia persilakan duduk di atas sofa yang berseberangan dengan
kanvas berlukiskan Yesus yang secara sempurna telah dirampungkan sejak empat
hari yang lalu.
Tamu menggelengkan kepala sebagai tanda untuk secara tidak
langsung memerintahkan Dia segera ikut duduk di sampingnya untuk meminum kopi
yang memang sengaja dibuat untuk berdua. Lima menit yang lalu.
Srek! Srek! Srek!
Merupakan suara yang ditimbulkan dari lembar-lembar kertas yang
disobek secara cepat oleh Dia setelah sebelumnya secara saksama Dia baca.
Kertas-kertas bertuliskan banyak paragraf yang berisi deskripsi serta analisis lengkap
tentang Kehidupan adalah kertas-kertas yang baru saja Tamu kembalikan kepada Dia
yang jauh sebelumnya Dia berikan kepada tamu itu setelah secara lengkap Dia
tulis, yang juga, sebelumnya telah Tamu berikan beberapa coretan serta tulisan
tambahan di seluruh paragraf sebagai tanggapan.
“Revisi? Meminta untuk itu pun aku tidak pernah,”
“Menurutku, kau butuh. Ambil lah. Itu cuma-cuma,”
“Tidak. Aku paling mengenal Kehidupan adalah alasan atas
tulisanku,”
“Begitu kah? Tetapi kau pula mengenal aku bukan? Sebab
demikian kau datang padaku dengan membawa lembar-lembar kertas itu beberapa
waktu yang lalu,”
“Ya. Agar kau baca dengan saksama seperti aku menulisnya,
bukan aku ingin bertanya atas apa yang ada di dalamnya,”
“Tetapi kau butuh itu. Lekas, ambil.”
“Kau ambil saja aku,”
“Maka kau tidak mengenal aku.”
“Aku paling mengenal Kehidupan,”
Adalah kalimat
terakhir yang terujar. Empat menit yang lalu.
Dor!
Merupakan suara yang
ditimbulkan oleh letusan peluru akibat ditariknya pelatuk Colt Revolver. Dia jatuh ke atas ranjang. Di tangan kirinya
tergenggam kertas dengan tulisan,
“Kehidupan?”
Tiga menit yang lalu.
Muhammad Al Ghifari
Oktober 2017